Selasa, 17 Juni 2008

PEMERINTAHAN TERBUKA VS PEMERINTAHAN TERTUTUP

PEMERINTAHAN TERBUKA VS PEMERINTAHAN TERTUTUP
Oposisi dan pemerintah berbeda pendapat tentang pemerintahan terbuka. Oposisi menyebut kriteria transparansi, pertanggungjawaban, dan hukum. Sedang pemerintah menyebut kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah sebagai inti pemerintah terbuka. Mana yang benar?
Perdebatan antara pemerintah dan oposisi tentang pemerin tahan terbuka sebenarnya tidak mengejutkan. Sejak awal terbentuknya Dewan Menteri setelah UNTAET menyerahkan kekuasaannya, sudah muncul tuduhan dari partai-partai oposisi bahwa pemerintah yang dipimpin Mari Alkatiri bersifat tertutup. Seiring dengan berjalannya waktu, tuduhan itu mereda begitu saja, tanpa ada hasil konkret. Pemerintah berjalan terus. Sementara oposisi pindah mengangkat masalah lain lagi, tanpa memperjuangkan secara tuntas masalah yang sudah diangkat.
Belakangan setelah pemerintah menggelar program governasaun aberta, isu tentang pemerintahan terbuka kembali mengedepan. Dengan alasan yang sama, golongan oposisi menuduh pemerintah dijalankan secara tertutup, walaupun telah digelar program governasaun aberta. Sebaliknya menurut pemerintah, dengan menyelenggarakan program governasaun aberta, pemerintah telah menjalankan pemerintahan terbuka.
Betulkah pemerintah di Timor Leste telah menjalankan pemerintahannya secara tertutup? Untuk mendapatkan jawabannya, yang perlu diketahui lebih dulu adalah apa itu sistem pemerintahan terbuka. Oposisi mengartikan pemerintahan terbuka sebagai pemerintahan yang dijalankan secara partisipatif, transparan, bertanggungjawab, dan selalu berdasarkan pada semua aturan hukum yang berlaku. Sayangnya oposisi kurang menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan partisipatif. Tetapi dari sikap sebagian pemimpin mereka sejak pembentukan Dewan Menteri, yang mereka maksudkan adalah partai-partai yang sekarang beroposisi itu seharusnya diberi kedudukan penting dalam Dewan Menteri.
Pengertian ini kurang lebih sama dengan pengertian yang digunakan Bank Dunia dalam kampanyenya tentang pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean governance.
Versi pemerintah lain lagi. Menurut mereka, interaksi antara pemerintah dengan rakyat, dimana rakyat dengan bebas menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah, adalah inti dari pemerintahan terbuka. Pendapat ini belum menyentuh masalah sesungguhnya dari pemerintahan. Karena dalam demokrasi, masalahnya adalah bagaimana menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan asas dari rakyat dan oleh rakyat, yang merupakan inti dari demokrasi.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat (AS) rakyat mendapatkan kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah. Pada saat pemerintah AS memutuskan untuk menyerbu Irak jika Irak tidak menyerahkan senjata pemusnah massal yang oleh AS dianggap dimiliki Irak, jutaan rakyat AS berdemonstrasi menentang sikap pemerintahnya. Tetapi pemerintah tetap melanjutkan keinginannya dan Irak pun diserang habis-habisan oleh AS dan diduduki hingga sekarang. Jadi di AS ada kebebasan besar bagi siapa saja untuk mengemukakan pendapat, termasuk melalui demonstrasi besar-besaran yang memprotes politik pemerintah. Tetapi pendapat mereka tidak didengar sama sekali oleh Presiden dan DPR AS. Dari segi ini bisa dikatakan bahwa Pemerintah dan DPR AS telah menjalankan pemerintahan secara tertutup.
Pendapat oposisi juga tidak dengan sendirinya mengarah pada pemerintahan terbuka. Jika yang dimaksudkan dengan partisipatif oleh oposisi adalah partisipasi partai-partai bukan pemenang pemilihan umum dalam kabinet, ini belum berarti kabinet pemerintah akan menjalankan pemerintahan yang terbuka terhadap keinginan rakyat. Para politisi partai bukan pemenang pemilihan umum bisa sama tertutupnya dengan partai pemenang pemilihan umum. Apalagi sekarang ini di kalangan orang berpendidikan tinggi sangat luas pendapat bahwa rakyat kecil itu bodoh dan tidak tahu apa-apa, orang berpendidikanlah yang pintar. Suatu sikap elitis yang merupakan bibit bagi ketertutupan.
Bagaimana dengan transparansi dan pertanggungjawaban? Ini juga bukan jaminan bagi pemerintahan terbuka. Kembali perhatikan kasus AS. Pengambilan keputusan untuk memerangi Irak dilakukan secara transparan oleh Pemerintah AS. Presiden bahkan menunjukkan secara terbuka bukti-bukti intelijen bahwa Irak sedang mengembangkan senjata pemusnah massal. Keputusan berperang diambil secara bertanggungjawab dengan terlebih dahulu meminta persetujuan Senat, bagian dari DPR AS yang berwenang mengenai masalah ini. Senat pun mengadakan pemungutan suara secara bebas dan terbuka, dengan hasil hanya satu orang menentang keputusan tersebut.
Keputusan tersebut juga sesuai dengan hukum yang berlaku. Yaitu bahwa Presiden berwenang menyatakan perang dengan negara lain dan bahwa keputusan itu harus mendapatkan persetujuan dari Senat.
Jadi partisipasi dalam pemerintahan, transparansi, pertanggungjawaban, dan hukum saja bukan merupakan jaminan bahwa pemerintahan berlangsung secara terbuka. Demikian pula kebebasan berpendapat dan berdemonstrasi.
Bukan berarti kita tidak perlu transparansi, pertanggungjawaban, hukum, kebebasan berpendapat dan berkumpul. Tetapi itu saja tidak cukup atau tidak lengkap. Karena belum menyentuh masalah dasar pemerintahan, yaitu kekuasaan. Pada dasarnya kegiatan pemerintahan adalah kegiatan menjalankan kekuasaan negara. Dalam negara demokratis, ini berarti suatu pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat. Demokrasi sendiri pengertian dasarnya adalah kekuasaan rakyat atau pemerintahan rakyat.
Pengertian dasar inilah yang justru telah diselewengkan di banyak negara yang mengaku demokratis. Seperti dikemukakan oleh Andrew Heywood dalam bukunya Political Ideologies (Macmillan, 1993, hal. 277), Demokrasi dewasa ini adalah demokrasi perwakilan; tanggungjawab untuk memerintah bukan dijalankan oleh semua warganegara yang sudah dewasa, tetapi dipercayakan kepada satu kelompok elit politisi profesional. Partisipasi rakyat dalam pemerintahan dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan memilih wakil-wakilnya dalam badan perwakilan dan memilih pejabat-pejabat eksekutif. Akibatnya ide dasar demokrasi tentang pemerintahan rakyat ditinggalkan, yang dikemukakan adalah peraturan yang mengatur proses pemilihan umum. Demokrasi hanya berarti pemilihan umum bebas dan rahasia untuk menjamin hak pilih warganegara serta kompetisi partai-partai politik untuk menjamin pilihan. Partisipasi warganegara terbatas pada memberikan suara pada hari pemilihan umum.
Demokrasi semacam inilah yang disebut demokrasi perwakilan. Hasilnya adalah pemerintahan seperti di Amerika Serikat. Pemerintahan yang dijalankan oleh para politisi yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum yang bebas dan rahasia, tetapi yang bisa mengabaikan begitu saja keinginan rakyat.
Kalau mau menerapkan pemerintahan yang benar-benar terbuka, yang harus diadopsi adalah suatu sistem demokrasi partisipatoris, bukan sistem demokrasi perwakilan. Yaitu suatu sistem dalam mana rakyat berpartisipasi semaksimal mungkin dalam urusan pengelolaan pemerintahan dan urusan kenegaraan. Rakyat setiap saat dan di mana saja bisa mengajukan usulan dan kritik terhadap pemerintah karena mekanisme untuk itu ada. Dalam sistem demokrasi perwakilan, hal itu tidak akan mudah terjadi karena, urusan sehari-hari pemerintahan negara menjadi wewenang parlemen dan pemerintah saja.
Merujuk pada pendapat alternatif itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa sistem pemerintahan terbuka harus memenuhi syarat-syarat penting berikut: (1) Pemerintah harus bisa menjamin partisipasi aktif rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan pemerintah. Misalnya dalam penyusunan anggaran negara, rakyat harus aktif terlibat di dalam proses penentuan perencanaannya dengan ikut menentukan sektor mana yang harus diprioritaskan dan harus dibiayai oleh pemerintah dan mana yang diserahkan kepada masyarakat. Rakyat juga berpartisipasi dalam pelaksanaannya dengan melakukan pemantauan dan kontrol. (2) Pemerintah harus memberikan tempat kepada rakyat untuk praktek langsung dalam menjalankan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan untuk membaca data, berdiskusi dan membentuk komisi-komisi kontrol. Ringkasnya memberikan semua hal yang diperlukan untuk mengambil keputusan. (3) Pengorganisasian rakyat oleh rakyat sendiri, dalam mana rakyat mengatur kehidupannya dan menggunakan dengan baik kedaulatan yang dimilikinya. Pengalaman ini sangat penting sebagai sarana rakyat untuk memajukan kehidupan dan mewujudkan kekuasaan atas dirinya sendiri. Misalnya di tingkat desa, rakyat berorganisasi yang aktif melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama, seperti mengelola saluran irigasi, sekolah, sistem transportasi.
Ide seperti ini bukanlah mimpi. di beberapa tempat seperti Kerala di India dan Rio Grande do Sul di Brasil, ini sudah bertahun-tahun dipraktekkan. Hasilnya? Rakyat lebih sejahtera!
Muhammad Iqbal Rois

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda